Pelapor Korupsi Dana Desa Jadi Tersangka, Advokat Nilai Bakal Jadi Preseden Buruk Pemberantasan Korupsi

  • Share
Keterangan foto: eks Bendahara Desa Citemu, Nurhayati. (RMOLJabar/Istimewa)
Keterangan foto: eks Bendahara Desa Citemu, Nurhayati. (RMOLJabar/Istimewa)

JAKARTA, infodesaku.com – Advokat Elyasa Budiyanto menyatatakan, penetapan tersangka kepada eks Bendahara Desa Citemu, Nurhayati–yang mengungkap kasus kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020–menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Anggaran Dana Desa (ADD) yang dilakukan oknum Kuwu di Kabupaten Cirebon.

Hal itu disampaikan Elyasa saat konferensi pers di bilangan Jalan Pantura Cirebon, Selasa (15/2/2022), sebagaimana dilansir dari laman Rmol.id.

“Menurut Pasal 51, orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana,” tegasnya.

Elyasa memastikan, bahwa Nurhayati telah menjalankan tugasnya sebagai bendahara desa sesuai tupoksi. Di mana dalam mencairkan uang (ADD) di Bank BJB sudah mendapatkan rekomendasi Camat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD).

“Jadi Nurhayati seharusnya mendapatkan apresiasi yang tinggi dan sepantasnya pula mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), karena dengan keberaniannya membuat laporan atas dugaan penyelewengan dana desa oleh oknum Kuwu Citemu mulai dari tahun 2018, 2019, dan 2020. Ini kok dijadikan tersangka,” katanya.

Seiring dengan itu, Elyasa pun mempertanyakan logika hukum apa yang dipakai penyidik, karena dalam pemeriksaan terhadap kliennya tidak ditemukan unsur melawan hukum seperti menggunakan ADD untuk kepentingan pribadi.

“Apakah ini ada pesanan dari oknum untuk mentersangkakan pelapor? Padahal, dalam KUHP dan KUHAP untuk menjadikan tersangka harus ada dua alat bukti yaitu saksi dan keterangan ahli,” ujarnya.

Masih berdasarkan ulasan Rmol.id, Elyasa turut menduga kuat adanya upaya persekongkolan jahat dari pihak-pihak tertentu untuk menjadikan pelapor sebagai tersangka tindak pidana korupsi.

“Kasus pelapor dijadikan tersangka ini mematikan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dana desa yang ugal-ugalan dilakukan oknum Kuwu,” katanya.

“Kasus ini membuat para perangkat desa yang mengetahui penyelewengan dana desa tidak akan berani melapor, karena takut akan dijadikan tersangka seperti Nurhayati ini,” terang Elyasa.

Masih di tempat yang sama, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setempat, Lukman Nurhakim menilai, kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum Kuwu Citemu dengan menyeret eks Bendahara Desa yang notabene pelapor korupsi dana desa kepada BPD tidak bisa diterima akal sehat.

“Kami BPD membuat laporan ke Tipikor atas penyelewengan dana desa tersebut hasil laporan lisan dan tertulis dari Bendahara Desa, Nurhayati. Jadi pelapor dijadikan tersangka korupsi yang dilakukan Kuwu Citemu mencederai keadilan,” tutupnya.

Terpisah, Nurhayati juga sudah melaporkan upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak penyidik kepolisian kepada Presiden, Kapolri, dan 34 Lembaga Negara lainnya.

“Saya sudah membuat laporan adanya konspirasi sejumlah oknum untuk mengkriminalisasi ini kepada 36 lembaga negara dari mulai Presiden, Kapolri, Kompolnas, Kejagung dan lainnya,” katanya.

Ia mengklaim sebagai pelapor ia tidak ikut menikmati uang korupsi dana desa. Sehingga janggal jika kemudian justru dirinya ditetapkan sebagai tersangka korupsi. (FikA)

  • Share
Exit mobile version