JAKARTA, infodesaku.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) RI, Abdul Halim Iskandar menyampaikan perjuangan para civitas akademik, termasuk mahasiswa, dalam menghadapi era disrupsi seperti sekarang ini, tidaklah mudah.
Hal itu disampaikan Halim Iskandar saat membawakan orasi ilmiah dalam proses penerimaan mahasiswa baru Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo secara virtual, Senin (02/08/2021) bertema “Mahasiswa Zaman Now: Berdaya Saing Tinggi, Aktif Membangun Desa dan Kontra Radikalisme”.
Dikutip dari Portal Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Selasa (03/08/2021), dalam kesempatan itu, Halim mengatakan, sebuah kampus yang berhasil menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi sekalipun, tidak otomatis kinerja kampus tersebut dianggap berhasil.
Karena tuntutan terhadap kontribusi perguruan tinggi saat ini sangatlah besar, baik secara internal maupun eksternal. Misalnya, link and match, antara profil lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi, dengan kebutuhan dunia kerja.
Menteri Halim memberikan gambaran, bahwa Indonesia memiliki bonus demografi, dimana jumlah penduduk Indonesia–hasil sensus penduduk tahun 2020–sebanyak 270,20 juta jiwa, dengan komposisi 70,72% penduduk, dengan usia produktif (15-64 tahun) dan 29,28% penduduk dengan usia non-produktif (di bawah usia 15 tahun dan di atas usia 64 tahun).
“Tren meningkatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia hingga tahun 2035, justru diprediksikan menghasilkan dampak positif. Indikasinya, peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif,” katanya.
“Untuk itu, Mahasiswa UIN Walisongo, harus tumbuh untuk tingkatkan produktivitas maka bangunlah konstruksi berpikir, bahwa kampus bukan hanya tempat belajar teori dan ilmu pengetahuan,” katanya.
Ia menyebut, kampus adalah arena untuk mengembangkan diri, mengasah kepribadian dan mengoptimalkan segala potensi dalam diri. Ciptakanlah ruang-ruang epistemik (pengetahuan, red) yang produktif, agar budaya akademik di kampus semakin progresif.
“Untuk itu, manfaatkanlah semua fasilitas yang ada di kampus. Aktiflah berorganisasi untuk belajar tentang leadership dan teamwork. Aktiflah di UKM-UKM untuk mengasah skill dan keterampilan. Tumbuhlah menjadi generasi muda yang cerdas, visioner dan skillfull. Apalagi kita saat ini sedang memasuki era revolusi industri 4.0 dan society 5.0,” papar Menteri Halim.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dari seluruh negara-negara di Asia yang membangun sejak dari tahun 1950, tidak semua berhasil memanfaatkan bonus demografi yang mereka miliki.
Secara teoritis, bonus demografi memang memiliki peran positif dalam pembangunan ekonomi karena kecilnya proporsi angka non produktif dalam skala nasional, yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat pengeluaran konsumsi, biaya kesehatan dan lainya.
Halim mengatakan, bonus demografi tidak serta-merta menimbulkan pertumbuhan ekonomi. Ada sejumlah prasyarat bagi bonus demografi, agar mampu membuat akselerasi yang positif, bagi pembangunan ekonomi maupun pembangunan sosial. Salah satu syarat tersebut adalah Investment in human capital, atau investasi dalam sektor pembangunan sumber daya manusia.
Manifestasi dari pembangunan sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Dalam konteks ini berlaku adagium, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi pula level pencapaian seseorang itu dalam hal karir, pekerjaan dan kesejahteraannya.
“Ringkasnya, pendidikan adalah salah satu variabel kunci penentu daya saing sebuah bangsa. Bonus demografi akan memberikan keuntungan bagi sebuah negara, ketika penduduknya memiliki pendidikan yang memadai,” kata Gus Halim.
Namun, pendidikan tetaplah bukan satu-satunya variabel penentu. Terdapat faktor kultural (cultural matters) yang turut berkontribusi, terhadap pembentukan pola pikir maupun etos kerja penduduk di sebuah wilayah (negara-bangsa).
“Saya meyakini, hampir semua mahasiswa baru UIN Walisongo ini, berasa dari desa. Karena itulah, jangan terbesit sedikitpun di benak kalian, ketika lulus kelak, kalian menjadi sukses bukan di desa kalian. Tapi, catatlah baik-baik janji kalian, bahwa, setelah lulus kelak, kalian akan kembali ke desa, membangun tanah kelahiran bersama-sama warga desa,” kata Halim.
Lebih lanjut, ia mengatakan, UIN Walisongo harus mampu menyelipkan rasa cinta kampung halaman kepada mahasiswanya. UIN Walisongo, juga harus menjadi kampus pemberdayaan, kampus yang memberi ruang lahirnya calon aparatur desa yang kreatif, inovatif, serta memiliki karakter kepemimpinan yang kuat.
Mulai hari ini, tambahnya, UIN Walisongo harus berfikir untuk melahirkan kader penggerak desa, perempuan penggerak ekonomi desa, serta menyediakan waktu dan sumber daya untuk membantu akselerasi menuju kebangkitan Desa.
“Karena, masa depan Indonesia bergantung pada masa depan desa-desa di seluruh Indonesia. Desa adalah masa depan Indonesia. Desalah masa depan kita semua,” kata pria yang akrab disapa Gus Halim ini. (FikA)